Jumat, 02 September 2011

Mengapa Aku Harus Bertemu Dengan Mu


Dalam iman, aku yakin bahwa segala sesuatu terjadi atas ijin dari Tuhan. Tiada satupun yang terjadi, tanpa seijin dari_Nya. Aku bertemu denganmu, ku yakini ada rencana_Nya yang indah dalam kehidupan kita. Namun, itu belum kita ketahui. Bahkan, saat ini rasa kecewa yang melanda hati ini membuat aku ingin meluapkan semua emosi, sakit hati, cemburu dalam tulisan ini. Aku berharap, semua akan terjawab dalam waktu dekat.

Untuk pertama kali kita bertemu, merupakan hari sejarah ke-35 tahun bagiku. Pertemuan yang unik ini, aku yakin, rencana_Nya buat kehidupan yang indah buat kita berdua. Dan aku yakin, segala rintangan dan tantangan akan dapat kita lalui bersama dalam cinta dan kasih sayang. Sebab, bagiku, kau begitu berharga. Hatiku telah tertambat oleh cintamu.

Namun, seiring dengan waktu yang kita lalui, terungkap bahwa engkau masih memiliki tambatan hati oleh seorang pria cinta pertama mu.Niat hatimu untuk meninggalkannya karena berbeda agama dan orangtua yang tidak merestui, membuat hatiku tak berkutik. Aku terbebani tanggungjawab untuk membantumu keluar dari permasalahan yang mengkungkungmu. Aku khawatir dengan perkembangan mentalku yang terus dihantui oleh rasa cemburu bahwa engkau akan kembali bermesraan dengannya disaat engkau melakukan pertemuan dengannya untuk menyatakan telah usainya hubungan kalian berdua.

Tersirat di benak ku, tuk turut terlibat dalam upaya mu menyatakan usainya hubungan kalian berdua, tuk meyakinkan aku bahwa dirimu dan dirinya tidak berbuat hal yang aku khawatirkan. Apakah engkau bersedia, ataukah engkau tidak mengijinkannya. Namun aku yakin, itu akan engkau lakukan demi kebaikan  hubungan kita berdua di masa yang akan datang. Sebab, aku merupaka pria yang memiliki rasa cemburu yang sangat dalam. Rasa curigaku akan terus menhantui pikiranku bila hal itu tidak aku pastikan bahwa dirimu dan dia tidak berbuat apa selain menyatakan usainya kisah cita kalian berdua.

Hingga detik ini, aku selalu dihantui bayangan mimpi yang telah menjadi kenyataan. Aku berenang menyebarangi sungai yang sedang pasang besar tapi arus sungai yang tenang. Setiba di pinggiran sungai seberang, entah bagaimana, 1 unit pesawat tempur terbang ke arah ku sambil melepaskan peluru kearahku. Aku pun menghindar dan mencoba melepaskan diri dari serangan peluru hingga aku berlindung di bawah jembatan yang kokoh yang posisinya di pingginran sungai semula aku berada. Dari sana aku melihat 1 unit pesawat tempur yang harus ku raih untuk melakukan perlawanan dan menghancurkan pesawat tempur yang telah terlebihy dahulu menyerang aku. Namun air sungai yang pasang besar membuat aku khawatir dan merasa sulit tuk melakukan penyebarang kembali. (Inilah mimpiku yang telah menjadi kenyataan. Mimpi telah usai tapi belum usai. Dan kini, aku menanti akhir cerita mimpi itu. Akankah datang pada waktunya, ataukah mimpi itu tidak akan datang karena keputusan berada pada ku tuk meraih pesawat tempur dan melakukan perlawanan ).

Itulah yang ku hadapi disaat aku berkunjung untuk kedua kalinya ke Medan (Sabtu,27/8). Dan detik-detik terakhir aku akan kembali ke tempat tinggalku dan meninggalkan kota mu, (Selasa, 30/8), aku melihat betapa beratnya pekerjaan yang engkau lakukan. Hingga malam, engkau harus bekerja dimana selayak engkau menjalani istirahat ditempat tidur yang hangat. Tapi itu engkau lakukan untuk menjalani masa hidupmu. Ingin rasanya saat itu, aku mengajakmu untuk meninggalkan pekerjaan itu karena aku tidak sanggup melihat kesusahaanmu menahan kantuk yang meguasaimu. Ditambah perhatianmu yang begitu besar kepadaku, membuat aku semakin lemah dan tidak kuat menahan perasaan sayangku padamu. Minuman kopi dan makanan yang engkau suguhkan membuat aku merasa menambahi kesusahaanmu atas kehadiranku di tempat kerjamu. Disaat aku berdoa, aku berharap dan memohon kepada Tuhan, agar aku dikuatkan dan dimampukan untuk mengeluarkanmu dari kesusahan itu. Air mata tak kuasa tertahanku, hingga menitik di sela-sela kelopak mataku. Bahkan, aku ragu dan masih ingin tinggal di kota mu agar tetap bersama mu.

Malam itu terasa indah ku lalui bersama denganmu. Engkaupun saat itu bekeluh, bahwa engkau gelisah disaat aku akan berangkat meninggalkan kotamu. Ucapanmu itu membuata aku semaki taku kuasa menahan rasa sayangku padamu, dan akupun mengelus rambutmu disaat engkkau terbaring dikursi disampingku. Sentuhan tanganku ke rambutmu dan kewajahmu menenangkan hatiku. Bagaiman denganmu??? Apakah engkau merasakan ketenangan itu??? Walaupun engkau tidak mengatakannya, aku mersakan ketenanganmu walaupun engkau gundah akan keberangkatanku.


Usai engkau melakukan pekerjaanmu, pekerjaan rumah telah menantimu. Disaat aku mengajakmu berjalan-jalan disuatu Cafe, aku merasakan keraguan dan kecurigaanku terhadapmu tentang birahi seorang wanita yang seakan tidak dapat engkau berikan padaku membuat aku harus mempertanyakan langsung pada mu. Engkaupun secara spontan tersentak dan aku sempat bergetar atas responmu yang berontak atas kecurigaanku. Namun, aku berupaya meredakan emosi dan sakit hatimu, dan tak ayal, engkaupun langsung menyebutkan bahwa engkau masih memiliki hubungan dengan pacarmu yang engkau sebutkan cinta pertamamu. Saat itu, aku tersentak mendengarkan ucapanmu. Seluruh tenagaku seakan terkuras oleh telingaku menahan luapan emosi yang secara spontan menguasai diriku. Secara tidak sadar, aku merasa suatu kejijikan yang teramat sangat karena telah mencium dan mengisap air liur yang aku cintai tetapi tidak mencintaiku. Air mata ku seakan memaksa untuk keluar, tetapi aku harus menahannya agar tidak terlihat lemah di hadapanmu (Rabu, 31/8).

Padahal, hari itu merupakan hari terkahir aku berkunjung ke kotamu untuk menemuimu. Hingga aku bertekad, bila aku engkau tidak menjelakan semuanya kepada, aku akan meninggalkan mu dan mencari wanita lain. Namun, dirimu seakan mengetahuinya dengan meminta agar aku menunda keberangkatanku meninggalkan kotamu agar engku dapat menjelaskannya padaku.

Hari yang tepat (Kamis, 2/9) akupun semakin tersentak ketika engkau mengajak aku kesebuah hotel yang begitu nyaman sebagai tempat yang engkau pilih untuk menjelaskan duduk permasalahanmu yang memiliki hubungan dengan dia yang engkau cintai. Walaupun aku tersentak, aku mencoba untuk menerimanya dengan besar hati, sebab hal itu dikarenakan aku yang memberikan kepada mu untuk memilih tempat yang nyaman dan aman menurutmu. Dalam perbincangan dan argumen yang terjadi, aku berupaya untuk meminta agar engkau sesegera mungkin memutuskan hubungan dengannya namun engkau meminta waktu yang menurut aku begitu lama. Dan bahkan, engkau malah menuntut aku untuk mempu menggantikannya dihatimu. Tentu hal itu tidak mungkin!!! Sebab, sekuat apapun aku untuk menggantikannya dihatimu, aku tidaklah mungkin mampu menjadi seperti yang engkau harapkan dan aku juga manusia yang memiliki ego, dimana aku tidak ingin dijadikan sebagai pembanding. Tetapi, bila engkau memiliki tekad untuk melupakan dan memutuskannya dengan bantuan ku disisimu, dengan segala upaya, aku akan melakukannya. Namun bukan itu yang engkau katakan!!!!

Hari itu, aku merasakan begitu tenang dan akan siap bila engkau mengatakan putus hubungan denganku. Tapi, entah apa sebabnya, disaat aku masih dalam perjalanan, akau tersebtak dari tidurku hingga 3 kali. Dan disaat itu, wajahmu dan kehangatan cinta yang engkau berikan seakan membayangi diriku. Kekhawatiran akan dirimu pun muncul saat itu. Sehingga, akupun akhirnya menguapayakan untuk dapat membeli pulsa dan langsung menanyakan kabarmu. Aku bersyukur, disaat engkau begitu tenang, ternyata kekhawatiranku tidaklah benar. Namun, luka hati yang teramat sangat, masih menguasai diriku. Aku sadar, aku merupakan manusia yang egois, sehingga aku memutuskan untuk bersikap tenang disaat aku menghubungimu kembali. Yang akhirnya membuat hubungan kita kembali membaik walupun luka itu belum sembuh. Biarlah ini ku tahan demi keharmonisan hubungan kita. Sebab, hingga sat ini, aku masih yakin bahwa dirimulah yang diberikan Allah kepadaku untuk menemaniku hingga akhir hayatku dan aku yakin bahwa dirimulah yang terbaik bagiku.


Pergumulan cintaku padamu, membuat pikiranku berkecamuk. Perhatian dan kasih sayang yang engkau berikan kepadaku, seakan hanya tipu daya semata, untuk membutakan mataku mengenal siapa dirimu disaat aku tau bahwa engkau masih memiliki pria lain di hatimu. Ohh... Tuhan... mengapa ini harus terjadi??? Mengapa aku harus mengetahui semua ini setelah rasa sayangku telah tumbuh begitu besar padanya??? Mengapa ia begitu kejam terhadapku??? Tuhan... apakah ini jalan yang Engkau tunjukan kepadaku tuk mendapatkan teman hidupku??? Benarkah dia teman hidup yang Engkau janjikan padaku??? Tolong aku Tuhan. Bantu aku menghadapi tekanan rasa cemburu, sakit hati, dan kekhawatiran yang aku tidak tau apakah itu akan terjadi atau tidak.

(Las)